Kamis, 28 April 2011



Pohon pisang selama ini lebih banyak diambil buah dan daunnya. Pisang yang tak berbuah dua kali tersebut, setelah berbuah daunnya diambil, pohonnya lalu ditebang menjadi sampah.
Di tangan orang yang memiliki kreativitas, pohon pisang yang sudah kering bisa menjadi kerajinan unik dan memiliki cita rasa seni tinggi.
Pelepah pisang, daun hingga batangnya, oleh Mujiyanto dibuat kerajinan tempel. Hasil karyanya sudah menjadi langganan restoran dan hotel-hotel berbintang di Lombok, NTB, bahkan hingga Italia. Tidak itu saja, limbah daun lainnya seperti daun mahoni, daun jati, daun lamtoro, serabut kelapa bagian luar maupun dalam, daun pisang hingga ranting kayu bisa dijadikan karya seni.
“Pokoknya daun-daunan yang selama ini dianggap limbah dan cenderung dibakar bisa diolah menjadi kerajinan,” ungkap Mujiyanto. Setelah menjadi kerajinan unik, limbah lebih berharga dari hasil buminya.
Menggeluti kerajinan limbah alami ini, sebenarnya bisa mendatangkan keuntungan mengingat bahan bakunya yang gampang didapat. Namun sayang, akhir-akhir ini permintaan menurun karena kondisi pariwisata Lombok yang belum menggembirakan.
Tidak sedikit mahasiswa baik yang masih aktif maupun drop out, ibu-ibu rumah tangga dan pengangguran terbantu oleh kegiatan pembuatan kerajinan ini. Mereka bukan hanya di sekitar tempat tinggal Mujiyanto, di Gomong saja. Pembuat kerajinan itu ada yang tinggal di Gerung, Lombok Barat, Kuripan atau di mana saja mereka mau bekerja mengumpulkan bahan-bahan seperti daun pisang dan pelepah pisang.
Kerajinan unik ini tidak merusak keseimbangan alam, melainkan ikut membantu kebersihan.; Tak hanya itu, pemanfaatan bahan-bahan sisa bisa menghasilkan rejeki bagi banyak orang. Daun pisang dan daun-daunan yang lainnya baru bisa dibuat kerajinan setelah mengering dan tidak berguna lagi bagi kehidupan tumbuhan itu sendiri. Demikian pula dengan pelepah pisang, akan lebih baik menggunakan pelepah pisang yang buahnya sudah dipanen ketimbang yang belum. Hasil kerajinannya akan lebih bagus dan mudah dikerjakan.
Berbagai kerajinan limbah daun ini menghasilkan, pernak-pernik unik seperti buku menu di restoran-restoran, buku tamu hotel, bingkai foto, tas, pot bunga, dompet, blocknote, map, tempat souvenir, keranjang pakaian, asbak dan sebagainya. “Untuk desain interior lebih cocok,” kata Mujiyanto.
Kerajinan ini mampu bertahan hingga bertahun-tahun karena cenderung memakai warna alami. Semakin lama, daun-daunan atau pelepah pisang semakin tua warna pun mengikutinya. Asal rajin dibersihkan, tidak perlu khawatir warna menjadi buram. Terkena air pun tidak akan terlalu mengganggu, asalkan jangan sampai terendam berhari-hari. Seperti juga perabot lainnya, jika terkenan air, tinggal dibersihkan. -nik
Semua Bagian Pisang Jadi Kerajinan Unik
Dibandingkan dengan daun-daunan lainnya, daun dan pelepah pisang memiliki kekuatan dan kelenturan yang baik. Tapi untuk membuat kerajinan unik ini, tidak semua pisang bisa digunakan. “Pisang Kepok, daun dan pelepahnya meskipun besar tidak bisa dibuat kerajinan,” kata Mujiyanto. Kalau kering, daun dan pelepah justru akan mudah patah saat dilipat-lipat. Selain itu, pelepah pisang yang bisa dipakai yakni pelepah bagian luar hingga hitungan kelima pada batang pohonnya.
Jika lebih dari itu, tidak bisa dipakai karena terlalu lemas. Tapi batangnya tidak lantas dibuang melainkan, bisa diambil untuk membuat kertas daur ulang. Hasilnya, unik dan bernilai seni tinggi. Ini tampak dari serat dan tekstur kertas dengan degradasi warna alamiah. “Semua bagian pisang bisa menjadi kerajinan unik,” katanya.
Untuk memberikan sentuhan tekstur dan warna, bisa ditambahkan berbagai jenis bahan lainnya seperti daun-daun hijau dan sebagainya. Sangat gampang membuat kertas daur ulang batang pisang yang banyak dibuat sebagai undangan ini.
Hati pisang bagian dalam ditumbuk dan dihancurkan dengan blender, kemudian dicampur lem lalu diangin-anginkan. Tidak memakai sinar matahari langsung karena akan menyebabkan kertas daur ulang bergelombang karena panas yang tidak merata.
Demikian pula dengan pelepah pisang, sebelum dibuat kerajinan seperti anyaman atau tempelan, kelopak luarnya dibersihkan dari serat-serat yang tampak ‘keriting’. Serat-serat keriting ini juga tidak dibuang melainkan dipakai sebagai hiasan atau membuat tekstur pada kertas atau asesories. “Usahakan semua material tidak ada yang terbuang,” kata Mujiyanto yang sempat memiliki puluhan pekerja saat orderan ramai beberapa tahun lalu.
Untuk mendapatkan beragam motif bisa dipergunakan teknik bolak balik. Selain itu bisa diakali dengan menambahkan bahan lain atau daun-daun yang biasanya kering dan hancur saat diremas, seperti daun jati.
Daun jati, tidak perlu dipakai yang sudah tua, melainkan yang setengah tua atau berwarna kuning bahkan yang masih hijau. Daun jati yang masih agak hijau tersebut bisa direbus sehingga menghasilkan warna ungu violet. Setelah direbus, daun jati hanya diangin-anginkan sebentar lalu ditempelkan pada media kerajinan dalam keadaan setengah basah.
Di samping kuat dan tahan lama, proses pengerjaan pelepah pisang sedikit lebih rumit dari yang lainnya. Misalnya, pembuatan kertas daur ulang pelepah pisang yang menghasilkan warna coklat muda dan tua dengan jerami yang menghasilkan warna kekuning-kuningan. Proses perebusan pelepah pisang sebelum dihancurkan lebih lama dibandingkan jerami. Saat dihancurkan jerami lebih cepat hancur ketimbang pelepah pisang. Setelah menjadi bubur kertas barulah keduanya dicetak di atas media triplek dan dianginkan-anginkan.
Harga kertas daun ulang ini sangat berbeda, yang berbahan jerami ukuran 90 cm X 60 cm harga per lembarnya hanya Rp 750, sedangkan yang berbahan pelepah pisang ukuran folio bisa berharga Rp 3.000. Kertas ulang berbahan jerami memang gampang sobek dibanding pelepah pisang. Pelepah pisang cocok juga untuk membuat kerajinan yang tidak ditempel tetapi bisa langsung menjadi bahan dasarnya dengan sedikit pelapis karena bahannya yang kuat sehingga dapat dianyam dan dibentuk sesuai keinginan. Membuat sketsel dari anyaman pelepah pisang pun mampu bertahan bertahun-tahun. -nik
Kering Di Pohon
Dari semua kerajinan daun-daunan dan limbah ini, menurut Mujiyanto yang paling diminati pasar adalah pelepah pisang. Warna alami dan serat yang unik menjadi daya tarik tersendiri, kuat, tahan lama, lentur dan mudah dikerjakan. Bahan-bahan pelepah dan daunan kering lebih banyak berasal dari dalam kota sedangkan pandan didatangkan dari pinggiran kota seperti Gerung dan Kuripan.
Sebagai pemanis kerajinan seperti buku tamu, cover menu dan blocknote, dipakai tali yang juga dibuat dari pelepah pisang. Tinggal pesan ukuran berapa, para perajin bagian-bagian kerajinan ini akan mengerjakannya. Mujiyanto memang menyiapkan dan melatih banyak perajin untuk membuat masing-masing bagian dari kerajinan ini agar memudahkan saat orderan banyak.
Setiap satu lembar pelepah pisang dari pengumpul dibeli dengan harga Rp 250. Tahun-tahun sebelumnya, Mujiyanto membutuhkan tidak kurang dari 5000 lembar pelepah pisang saja setiap harinya dari pengumpul yang kebanyakan ibu-ibu rumah tangga karena secara kontinyu hotel-hotel berbintang dan restoran memesan kerajinan ini.
Tidak itu saja, pekerja lainnya tidak harus menunggu datangnya orderan melainkan melakukan servis terhadap kerajinan-kerajinan ini, baik memperbaiki atau mengganti beberapa bagian yang rusak.
Membuat kerajinan ini kesannya sepintas gampang. Namun dibutuhkan ketelitian dan kehati-hatian dalam pengerjaannya. Kesulitan yang banyak ditemui perajin adalah saat melakukan tempelan pada bagian yang melengkung. Jika salah maka harus berulang-ulang membongkar dan memasangnya kembali hingga benar-benar tampak rapi.
Tentu saja hal ini memakan waktu dan biaya yang lebih. Selain itu, daun lamtoro yang diambil siang hari tidak bisa langsung dibuat kerajinan melainkan harus diangin-anginkan tersebih dahulu. Karena begitu proses menempel saat kering sekali seperti itu, bisa menyebabkan pecah. Bisa disiasati dengan memercikan air tersebih dahulu agar menjadi lemas, setelah satu jam kemudian baru ditempel. Daun lamtoro yang dipakai untuk kerajinan ini, haruslah yang kering di pohon bukannya yang jatuh lalu kering. -nik

Tidak ada komentar: